Archive for Oktober 2020
Dampak Pencemaran Plastik di Perairan Laut
Pencemaran air laut, merupakan salah satu masalah besar yang harus ditindak lanjuti. Salah satu penyebab pencemaran air laut adalah limbah plastik. Sejak tahun 2014, jumlah sampah plasik yang telah mencemari laut mencapai lebih dari 5 trilliun plastik atau setara dengan 250.000 ton plastik yang mengapung di laut (Barboza et al, 2018). Polusi plastik kini telah menjadi keprihatinan global karena sampah plastik telah mencapai semua lautan di dunia dan memberikan efek negatif pada organisme laut dan keanekaragaman hayati serta pada mata pencaharian manusia dan ekonomi. Sampah plastik dilaut juga memberi dampak negatif yang cukup besar bagi masyarakat pesisir untuk mempertahankan pendapatan pariwisata terutama bagi nelayan (Thevenon & Carroll, 2015).
Sampah plastik dilaut dihasilkan dari infrastruktur dan manajemen pembuangan limbah yang tidak memadai dan juga kurangnya pengetahuan publik tentang dampak lingkungannya. Selain itu, partikel plastik berkepadatan rendah yang mengapung di permukaan laut menyebabkan kontaminan hidrofobik pada air laut yang tercemar di sekitarnya, dan melepaskan bahan kimia beracun intrinsiknya (bahan tambahan plastik) sementara partikel tersebut dapat terurai menjadi partikel yang lebih kecil memerlukan beberapa dekade hingga berabad-abad karena ketahanannya yang tinggi terhadap degradasi alami (Thevenon & Carroll, 2015).
Bukti penurunan biodiversitas laut
Deskripsi Kasus
Meningkatnya jumlah sampah plastik yang menuju perairan menyebabkan munculnya rantai masalah. Kehadiran sampah plastik dapat mengancam keanekaragaman hayati laut. Berdasarkan laporan Dias & Lovejoy (2012), menunjukkan bahwa 663 spesies di perairan laut terkena dampak dari polusi plastik. Lebih dari setengahnya terjadi karena entanglement dan ingestion. Jumlah spesies yang terganggu karena polusi plastik saat ini meningkat hingga lebih dari 40%. Menurut Thevenon & Carroll (2015), Terancamannya keanekaragaman laut oleh adanya induksi sampah plastik terjadi karena beberapa mekanisme yakni secara langsung entanglement dan ingestion juga secara tidak langsung yakni menimbulkan introduksi invasive spesies.
Dampak langsung yang ditimbulkan oleh meledaknya sampah plastik dilaut adalah terjeratnya (entanglement) biota laut pada sampah plastik seperti terperangkap pada sisa jaring, botol bekas , dan lain sebagainya. Biota laut yang terjebak pada sampah plastik akan susah dalam melakukan pergerakan dan mencari makan, berkurang kemampuan hidupnya, terlukai badannya sehingga menyebabkan kematian secara perlahan. Beberapa kasus yang telah dilaporkan menunjukkan bahwa biota laut yang berukuran besar seperti penyu, paus, seabird memiliki potensi yang lebih besar untuk terperangkap pada polusi plastik (Law, 2017).
Selain itu data menunjukkan bahwa fenomena ingestion yakni ketika biota laut mengkonsumsi sampah plastik menimbulkan dampak paling serius terhadap ancaman kepunahan biota laut. Hal tersebut dikarenakan konsumsi sampah plastik dapat terjadi pada biota laut baik yang berukuran kecil maupun besar. Fenomena ingestion dapat menimbulkan rantai penyebaran polusi plastik secara tidak langsung yakni melalui persebaran rantai makanan. Menurut Karlsson et al (2018), Meskipun tidak mudah menghitung secara pasti berapa banyak spesies yang terancam oleh polusi plastik, namun hingga saat ini sudah ada ratusan spesies yang terbukti mengkonsumsi plastik.
Seperti kita ketahui bahwa plastik mengandung bahan kimia berbahaya. Plastik yang dimakan dapat berupa makroplastik ataupun mikroplastik. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek yang ditimbulkan dari konsumsi plastik diantaranya adalah pemblokiran proses pencernaan, luka pada saluran pencernaan, keracunan bahan kimia (mikroplastik), rusaknya sistem organ pada ikan, serta menimbulkan kematian baik secara langsung atau jangka panjang. Selain itu, adanya microplastik menyebabkan deposit plastik dan distribusi plastik yang berkelanjutan antar organisme (Law, 2017).
Akumulasi sampah plastik ekosistem perairan laut dapat menyebabkan degradasi habitat dimana sampah plastik bervolume yang terapung dilaut dapat membentuk habitat baru dan memungkin penyebaran spesies invasive (Thevenon & Carroll, 2015). Penyebaran invasive (alien) spesies karena polusi plastik di laut merupakan hal yang paling jarang dilaporkan dan didikumentasikan. Plastik yan tidak mudah terurai akan terapung dilaut dalam kurun waktu yang lama dan akan terbawa arus hingga ketempat yang jauh yang tidak dapat diprediksikan secara pasti. Hal tersebut memungkinkan adanya perpindahan spesies baik hewan ataupun tumbuhan kesuatu habitat baru yang berpotensi menjadi invasive alien spesies sehingga akan mengganggu keseimbangan ekosistem laut tersebut. Menurut (Gall & Thompson, 2015), 6 penelitian menunjukkan bahwa terdapat 85 taksa menggunakan polusi dilaut sebagai habitatnya. Sedangkan sangat jarang sekali yang melaporkan adanya fenomena invasive alien spesies, hingga saat ini baru dilaporkan 6 invasive alien spesies akibat polusi plastik.
Kesimpulan
Introduksi sampah plastik ke ekosistem air laut menyebabkan fragmentasi habitat, menimbulkan introduksi invasive alien spesies di wilayah lain, serta polusi plastik secara langsung dapat mematikan biota laut. Meningkatnya polusi plastik di ekosistem laut berpotensi meningkatkan status kepunahan biodiversitas yang ada pada air laut. Dalam upaya menanggulangi masalah tersebut, setiap individu harus sadar dan bijak dalam menggunakan dan mengelola sampah lain, serta disisi lain dibutuhkannya peraturan yang jelas mengenai penggunaan plastik.Tim penyusun:
Olfactory-Adaptasi Buku Biology Of Sensory Systems
Reseptor penciuman serangga biasanya bertempat di dalam sensilla multiporous. Sebagian besar serangga memiliki sensilia, berbentuk rambut kecil atau pasak, fungsinya sebagai mengumpulkan informasi tentang lingkungan.
Karena penciuman berkembang sangat baik pada spesies lain, penciuman sering digunakan sebagai sarana utama komunikasi. Serangga dan beberapa hewan yang lebih tinggi lainnya mensekresikan zat kimia, yang dikenal sebagai pheromone, yang terbawa udara dan tercium oleh anggota spesies lainnya. Sebagai contoh, ngegat betina melepaskan suatu pheremone yang sangat kuat sehingga ngengat jantan dapat menemukannya dari jarak beberapa mil. Jelas bahwa ngegat jantan hanya berespons terhadap pheromone dan tidak melihat ngegat betina; ngegat jantan akan tertarik kepada betina yang berada di kurungan kawat walaupun ditutupi dari penglihatan, tetapi tidak tertarik pada ngegat betina yang ada di dalam botol bening namun tidak dapat melepaskan bau-bauan.
Serangga menggunakan penciuman untuk mengkomunikasikan kematian dan juga“ cinta”. Setelah seekor semut mati, zat kimia yang terbentuk dari tubuhnya yang mengalami pembusukan memanggil semut lain untuk bangkai itu ke tempat penimbunan sampah di luar sarang. Jika seekor semut hidup secara eksperimen dibasahi dengan zat kimia dekomposisi, ia juga dibawa oleh semut lain ke tempat penimbunan sampah. Jika ia kembali ke sarang, ia akan dibawa keluar lagi. Upaya penguburan prematur itu terus berlangsung sampai “bau kematian ” menghilang.
Ketika kupu-kupu jantan atau betina mengepakkan sayapnya, saat itulah feromon tersebar diudara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara seksual. Feromon seks memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis dimana jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespons terhadap feromon yang dikeluarkan betina atau jantan dari spesies yang berbeda. Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada di depan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.
Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang. semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.
Feromon seks pada ikan, akan menarik ikan jantan dari betina yang akan bertelur. Pejantan yang paling sensitif akan datang terlebih dahulu.
Mamalia
Dua organ penciuman yang berbeda: pertama epitel penciuman, organ vomeronasal. Pada manusia epitel penciuman relative kecil. Mahluk primate yang lebih tinggi memanfaatkan indera visual untuk menentukan jarak dengan tepat. Hewan nocturnal, memanfaatkan dua indra untuk menentukan jarak, yaitu pendengaran dan penciuman. Besarnya epitel penciuman pada mamalia bervariasi dari 2 hingga 4 cm2 (manusia), 9,3 cm2 (kelinci), 18 cm2 (anjing), 21 cm2 pada kucing domestik. Namun ukuran tersebut tidak menentukan kemampuan ketajaman dalam penciuman,
Epitel terdiri dari tiga jenis sel: sel pendukung (seperti glia) yang mengeluarkan lendir; sel-sel neurosensori atau neuron sensorik; dan sel basal, yang tampaknya merupakan sel punca yang mampu membagi dan membentuk neuron fungsional baru sepanjang hidup. Sel penciuman adalah satu-satunya neuron dalam tubuh mamalia yang memperbarui diri sepanjang hidup.
Indera penciuman terdapat pada hidung dari ujung saraf otak nervus olfaktorius, serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lendir hidung yang dikenal dengan sebutan olfaktori. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang mengeluarkan fibrilfibril yang sangat halus, tenalin dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius yang merupakan otak terkecil, saraf olfaktorius terletak di atas lempeng tulang etmoidalis.
Berbeda dengan indera lain, indera penciuman memiliki jalur yang relatif lebih pendek. Reseptornya yang berada di rongga hidung berhubungan langsung tanpa sinaps ke otak. Selain itu, tidak seperti indera penglihatan dan indera penglihatan yang reseptornya jauh dari permukaan, reseptor indera penciuman terpapar langsung dengan lingkungan, tanpa ada pelindung di depannya
Sistem Olfactory
Sistem olfaktorius terdiri dari reseptor di rongga hidung, daerah otak, dan jalur neural penghubung. Reseptornya berupa sel-sel yang berbentuk seperti benang dan dihubungkan dengan saraf olfaktorius. Molekul yang dilepaskan oleh substansi tertentu adalah stimulus untuk penciuman. Molekul meninggalkan substansi, berjalan melalui udara dan memasuki hidung. Molekul tersebut juga harus larut dalam lemak. Jika silia dari reseptor penciuman bertemu dengan molekul odorant terjadilah impuls listrik. Proses ini adalah proses transduksi.
Molekul odorant yang telah menembus nervus olfaktorius dari bulbus olfaktorius, akan bergerak melalui traktus olfaktorius menuju pusat olfaktoriuspada olbus temporalis di otak, dimana akan dilakukan interpretasi pada stimulus yang masuk. Namun demikian kepekaan reseptor penciuman terhadap molekul odorant akan berkurang, bahkan mudah hilang bila selalu terpapar pada bau yang sama dalam waktu yang relatif lebih lama.
Intensitas Bau dan Kualitas Bau
Walaupun indera penciuman pada manusia lebih primitive dari spesies lain, akan tetapi indera penciuman manusia masih mampu merasakan banyak kualitas bau. Orang normal diperkirakan dapat membedakan antara 10.000 sampai dengan 40.000 bau yang berbeda. Akan tetapi, kemampuan untuk membedakan bau itu tidak diimbangi dengan kekayaan perbendaharaan untuk mendeskrepsikan bau. Akibatnya, seringkali orang mendeskrepsikan suatu bau dengan meminjam istilah yang biasa dipergunakan untuk indera lain. Misalnya, bau asam, bau tajam, dan lain sebagainya.
Cara Mengetahui Ranking Jurnal Ilmiah Internasional
ya. SCIMAGO, situs ini memiliki alamat website https://www.scimagojr.com/ . SCImago Journal & Country Rank adalah portal yang tersedia untuk umum yang mencakup jurnal dan indikator ilmiah negara yang dikembangkan dari informasi yang terdapat dalam database Scopus® (Elsevier B.V.). Indikator ini dapat digunakan untuk menilai dan menganalisis domain ilmiah. Jurnal dapat dibandingkan atau dianalisis secara terpisah. Peringkat di suatu negara juga dapat dibandingkan atau dianalisis secara terpisah. Jurnal dapat dikelompokkan berdasarkan bidang subjek (27 bidang tematik utama), kategori subjek (313 kategori subjek khusus) atau menurut negara. Data kutipan diambil dari lebih dari 34.100 judul dari lebih dari 5.000 penerbit internasional dan metrik kinerja negara dari 239 negara di seluruh dunia. SJCR memungkinkan Anda juga untuk menyematkan metrik jurnal signifikan ke web Anda sebagai widget gambar yang dapat diklik.
Platform ini mengambil namanya dari indikator SCImago Journal Rank (SJR) yang dikembangkan oleh SCImago dari algoritma terkenal Google PageRank ™. Indikator ini menunjukkan visibilitas jurnal yang terdapat dalam database Scopus® dari tahun 1996.
SCImago adalah kelompok penelitian dari Consejo Superior de Investigaciones CientĂficas (CSIC), Universitas Granada, Extremadura, Carlos III (Madrid) dan Alcalá de Henares, didedikasikan untuk analisis informasi, representasi dan pengambilan melalui teknik visualisasi. (Sources: scimagojr.com/aboutus.php)
Berikut cara mengetahui ranking jurnal pada Scimago.