- Back to Home »
- Mekanisme Molekuler Sintesis, Aksi Katekolamin Dan Kartisol Dalam Merespon Stres
Stres merupakan kondisi yang didalamnya terdapat permintaan yang melebihi kemampuan untuk memenuhinya. Oleh karena itu stres digambarkan keadaan organisme di bawah pengaruh kekuatan internal dan ekternal yang dapat mengancam untuk mengubah keseimbangan dinamis (homeostatis). Stres merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, peptic ulcer, diabetes, immunosupresan dan disfungsi sistem reproduksi. Hal ini disebabkan stres mempengaruhi sistem metabolisme dan hormonal tubuh. Berdasarkan konsep stres yang dikenalkan oleh Hans Selye dan Walter Cannon, stres merupakan respon non spesifik terhadap stresor yang selalu menginduksi aktivasi pelepasan hormone glukokortikoid dan katekolamin. Hormon ini mempengaruhi sebagian besar metabolisme tubuh (Dharmayanti, 2012)
Katekolamin termasuk neurotransmiter seperti dopamin, epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang dilepaskan selama respons stres tubuh. Tempat diproduksinya di kelenjar adrenalin, batang otak, dan otak. Dapat bersirkulasi dalam darah di mana temapatnya bertindak sebagai hormon dan dipecah setelah hanya beberapa menit kemudian diekskresikan dalam urin. (www.verywellmind.com) Seperti yang diketahui bahwa epinefrin dan norepinefrin memainkan peran yang penting dalam respons terhadap stres karena keduanya menyebabkan denyut jantung dan tekanan darah meninngkat. Epinefrind dan norepinefrin adalah katekolamin dan bila mereka berada dalam aliran darah, maka disebut circulating catecholamines (katekolamin yang beredar). Secara khusus dapat dikemukakan bahwa tingkat norepinefrin yang rendah akan mengakibatkan depresi biasanya disebut dengan katekolamin sistem saraf pusat (sentral). Secara kimiawi keduanya bertindak dengan sistem yang berbeda dan memiliki pengaruh yang berbeda. Katekolamin circulating catecholamines akan merangsang sistem kardiovaskular serta meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, sedangkan katekolamin pusat (sentral) merangsang sistem limbik dan meningkatkan rangsangan suasana hati dan rangsangan kognitif. (Saemun, 2006)
Sintesis katekolamin biasanya dimulai dengan tirosin. Enzim tirosin hidroksilase (TH) mengubah asam amino L-tirosin mejadi 3, 4 dihydroxyphenylalanine (L-DOPA). Hidroksilasi L-tirosin oleh hasil TH dalam pembentukan perkursor DA L-DOPA, yang dimetabolisme oleh aromatik L-asam amino decarboksilase (AADC) ke pemancar dopamin. Langkah ini terjadi sangat cepat sehingga sulit untuk mengukur L-DOPA di otak tanpa terlebih dahulu mengambat AADC. Dalam neuron yang mengguanakan DA sebagai transmiter, dekarboksilase L-DOPA menjadi dopamin adalah langkah terakhir dalam pembentukan transmiter, namun dalam neuron-neuron yang menggunakan norepinefrin (noradrenalin) atau epinefrin (adrenalin) sebagai pemancar, enzimdopamin β-hidroksilase (DBH), yang mengubah dopamin untuk menghasilkan norepinefrin, juga hadir. Masih dalam neuron lain di mana epinefrin adalah transmiter, enzim ketiga phenylethanolamine N-methyltransferase (PNMT) mengubah norepinefrin menjadi epinefrin. Dengan demikian, sel yang menggunakan epinefrin sebagai pemancarnya mengandung empat enzim (TH, AADC, DBH, dan PNMT), sedangkan neuron norepinefrin hanya mengandung tiga enzim (kurang PNMT) dan sel dopamin hanya dua (TH dan AADC). (en.m.wikipedia.org)
Katekolamin disintesis dari jaringan saraf medula adrenal. Kelenjar ini merupakan sumber utama dari epinefrin dalam sirkulasi. Katekolamin disintesis dari tirosin dan kemudian disimpan dalam granula yang analog dengan granula yang mensekresi hormon polipeptida. Tirosin diubah menjadi dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh hidroksilase tirosin, dan DOPA diubah menjadi dopamin dalam sitoplasma oleh dekarboksilase asam amino-L aromatik. Dopamin kemudian diambiI oleh suatu pengangkut katekolamin ke dalam membran granula, yang diubah menjadi norepinefrin (oleh β-hidroksilase dopamin), produk akhir yang dilepaskan oleh sebagian besar sel penghasil katekolamin tubuh. Namun, dalam medula adrenal dan hanya beberapa lokasi lain, ditemukan feniletanolamin-O- metiltransferase (PNMT); pada kasus-kasus ini, norepinefrin meninggalkan vesikel untuk kembali ke sitoplasma, di mana PNMT mengubah norepinefrin menjadi epinefrin, yang diambil oleh granula untuk sekresi. Katekolamin disimpan dalam granula ini dengan kromogranin A dan ATP dan dilepaskan dengan unsur-unsur ini. (Anwar, 2005)
Kortisol adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang diproduksi oleh sel di dalam area fasikulata pada kelenjar adernal sebagai respon terhadap Adrenocortucotropic Hormone (ACTH) yang diskresi oleh kelenjar hipofisis, selain itu hormon kortisol juga diproduksi oleh hepar (hati). Peningkatan produksi ACTH dari kelenjar posterior dan mengaktifkan neuron andrenergik dari locus caeruleas/ norepinephrine (LC/NE). Sistem LC/NE bertanggung jawab untuk merespon langsung terhadap stresor dengan “melawan atau lari (fight or flight), yang didorong oleh epinefrin dan norepinefrin. ACTH merangsang disekresinya kortisol dari kortek adrenal, untuk membuat mekanisme adaptasi terhadap stres yang dialami.(Sugiharto, 2012) ACTH mengatur sekresi kortisol kemungkinan dengan cara mengatur pergerakan kalsium ke dalam sel target yang mensekresi kortisol. (id.wikipedia.org)
Hormon glukokortikoid adalah steroid yang memiliki 21 atom karbon dengan fungsi utama meningkatkan glukoneogenesis. Glukokortikoid pada manusia biasa disebut dengan kortisol yang dihasilkan pada zona fascikulata, dan zona glomerulosa.(Lukman, 2008)
Pemberian nama Kortisol atau glukokortikoid karena kemampuannya menambah produksi glukosa. Glukokortikoid menambah produksi glukosa hati dengan cara meningkatkan kecepatan glukoneogenesis, melepas asam amino dan menyebabkan hormon lain untuk merangsang metabolik kunci. pelepasan ACTH dari pituitaria anterior dapat terjadi ketika tubuh dalam keadaan stres. Tingkat stres yang tinggi pada seseorang menyebabkan tingginya kadar kortisol dalam darah.(Setiyono, Prasetyo, & Maramis, 2015) Pada saat mengalami stres laju metabolisme dalam tubuh akan tinggi sehingga kebutuhkan glukosa sebagai bahan bakar pembentuk energi akan meningkat, dalam membantu penyediaan akan kebutuhan glukosa yang meningkat perlu adaya kortisol sebagai pembantu dalam penyediaan tersebut.
Glukokortikoid menambah produksi glukosa hati dengan cara meningkatkan kecepatan glukoneogenesis; melepas asam amino dan menyebabkan hormon lain untuk merangsang proses metabolic kunci, termasuk glukoneogenesis dengan efesiensi maksimal. Pada keadaan normal, efek ini dilawan dengan pelepasan insulin yang mempunyai efek berlawanan dengan glukokortikoid. Efek keseimbangan ini biasanya menghasilkan kadar glukosa darah dalam keadaan normal, tetapi dalam keadaan kurang insulin dapat mengalami hiperglikemia sebagai respon terhadap glukokortikoid. Sebaliknya dalam keadaan kurang glukokortikoid akan menyebabkan kurangnya produksi glukosa dan kurangnya cadangan glikogen serta sangat sensitif terhadap insulin.(Lukman, 2008)