Organisme yang Memfosil
Fosil Vertebrata
Fosil-fosil hewan bertulang belakang, seperti ikan, amfibi, berbagai jenis kelompok reptil, burung, dan mamalia adalah sebagai contoh dari fosil vertebrata. Tulang dan gigi organisme jenis ini adalah bagian terkeras dari beberapa bagian tubuh lainnya, dan dengan demikian bagian tersebut cendrung tahan terhadap erosi, sehingga fosil vertebrata sering ditemukan hanya berupa tulang-tulang dan gigi-gigi nya saja.
Fosil Invertebrata
Fosil invertebrata atau biasa disebut dengan hewan yang tidak memiliki tulang belakang terawetkan dengan baik di berbagai jenis batuan. Fosil ini sangat berlimpah jenisnya, kebanyakan hidup dalam rentang waktu geologi yang panjang dan karena jenis fosil ini sering terawetkan secara keseluruhan (bukan sebagai fragmen).
Invertebrata yang keras dan bertubuh besar jauh lebih awet; biasanya sebagai makrofosil yang cukup besar. Invertebrata ini lebih sering terawetkan karena bagian-bagiannya yang keras misalnya, shell, armor, pelat, tes, exoskeleton , rahang atau gigi tersusun dari silika (silikon dioksida), kalsit atau aragonit (keduanya bentuk kalsium karbonat), kitin (protein yang sering diinfuskan dengan tricalcium fosfat), atau keratin (protein yang bahkan lebih kompleks), daripada tulang vertebrata (hidroksiapatit ) atau tulang rawan ikan dan tetrapoda yang hidup di darat.
Rahang chelinous dari annelids (seperti scolecodonts laut) kadang-kadang terawetkan sebagai fosil; sementara banyak arthropoda dan brakiopoda inartikulat dengan mudah memfosilkan bagian keras kalsit, kitin, atau keratin. Makrofossil pada hewan invertebrata yang paling umum dan sering ditemukan adalah cangkang berkapur yang sangat keras dari brakiopoda artikulata (yaitu, "cangkang lampu" sehari-hari) dan moluska (seperti kerang, siput, kerang, dan tiram) yang ada di mana-mana. Di sisi lain, siput non-shelly dan cacing non-tubiferous (misalnya, cacing tanah). (en.wikipedia.org. 2019)
Fosil Mikroskopis
Mikrofosil hanya terlihat dengan mikroskop. Bakteri dan serbuk sari yang mikrofosil. Makrofosil memiliki panjang beberapa meter dan berat beberapa ton. Makrofosil dapat berupa pohon yang membatu atau tulang dinosaurus. Sisa-sisa tersebut diawetkan menjadi fosil jika telah mencapai usia sekitar 10.000 tahun. Fosil dapat berasal dari Archaeaean Eon yang dimulai hampir 4 miliar tahun yang lalu. (www.nationalgeographic.org. 2019)
Komunitas mikroba dalam sedimen kuno dan bagian volcanogenic terbukti menjadi faktor yang paling penting dalam evolusi biosfer dan di atas semua sedimentasi di permukaan bumi, dimulai oleh Archaeaean. Selain itu, kehadiran fosil bakteri berupa eukariota dalam pelapukan kerak Archaeaean menunjukkan bahwa kehidupan di darat. (Astafieva, 2019)
Bakteri yang terawetkan sebagai fosil jauh lebih banyak daripada yang diharapkan, mungkin karena bakteri begitu berlimpah, keras dan karena mereka dapat mengubah lingkungan mereka dengan cara yang signifikan. Studi tentang interaksi bakteri dengan batuan disebut geobiologi - merupakan salah satu bagian dari ilmu geologi yang menjanjikan dan sedang berkembang pesat saat ini.
Fosil Tanaman
Kebanyakan fosil tumbuh-tumbuhan adalah dari tumbuhan daratan karena tumbuhan laut seperti alga terlalu rapuh untuk menjadi fosil. Tidak keseluruhan bagian tumbuhan terawetkan menjadi fosil, tetapi bagian-bagian seperti daun, biji, ranjung, atau potongan potongan kayu sering ditemukan. Spora dan serbuk sari tumbuhan sangat berguna untuk menentukan umur batu.
Pada fosil tumbuhan, pembentukan fosil yang terjadi adalah karbonisasi akibat bakteri terkait. Selama proses karbonisasi, oksigen dan nitrogen ditukar dengan karbon dan hidrogen. Karbonisasi terjadi dengan penguraian molekul-molekul jaringan oleh bakteri melalui perubahan-perubahan tekanan dan suhu atau beragam proses kimia, yang mendorong perubahan-perubahan kimia pada struktur protein dan selulosa sedemikian sehingga hanya serat-serat karbon yang tersisa. Bahan-bahan organik lain seperti karbon dioksida, metana, asam sulfat, dan uap air lenyap. Proses ini menghasilkan lapisan batubara alami yang terbentuk dari rawa-rawa yang ada selama Zaman Karbon (354 hingga 290 juta tahun silam).
Palynomorphs
Palynomorph secara luas didefinisikan sebagai mikrofosil berdinding organik berukuran antara 5 dan 500 mikrometer. Palynomorph dapat terdiri dari bahan organik seperti kitin, pseudochitin, sporopollenin, dan dinosporin. Biasanya, palynomorph adalah kista dinoflagellate, acritarchs, spora, serbuk sari, jamur, scolecodonts (gigi scleroprotein, rahang dan ciri-ciri terkait cacing annelid polychaete), organ artropoda (seperti bagian-bagian mulut serangga), chitinozoans dan mikroforam. Struktur mikroskopis Palynomorph yang berlimpah di sebagian besar sedimen tahan terhadap ekstraksi serbuk sari rutin termasuk asam dan basa kuat, dan asetolisis, atau pemisahan kepadatan.
Palynomorph penting dalam menentukan jenis kehidupan prasejarah yang ada pada saat pembentukan sedimen. Akibatnya, mikrofosil ini memberikan petunjuk penting pada kondisi iklim saat itu. Kegunaan paleontologisnya berasal dari jumlah yang melimpah dalam jutaan sel per gram dalam endapan laut organik, bahkan ketika endapan seperti itu pada umumnya tidak bersifat fosil. Namun, palynomorph umumnya dihancurkan dalam batuan metamorf atau rekristalisasi. (Bakrač, 2013)
Pembentukan Fosil
Keadaan lingkungan organisme berperan penting dalam pembentukan fosil. Proses pemfosilan yang paling umum dan luas disebut permineralisasi atau mineralisasi. Selama proses ini, organisme digantikan oleh mineral-mineral dalam cairan di tanah tempat tubuhnya terendam. Selama proses mineralisasi, tubuh organisme yang terendam diselimuti tanah, lumpur, atau pasir, tubuh organisme mati itu segera dilindungi dari pengaruh udara. Selama bulan-bulan berikutnya, lapisan-lapisan baru endapan ditimbunkan ke sisa-sisa tubuh yang terkubur. Lapisan-lapisan ini bertindak sebagai tameng penebal, fungsinya untuk melindungi tubuh binatang dari anasir-anasir luar dan pelapukan fisik. Semakin banyak lapisan terbentuk, yang satu menutupi yang lainnya; dan dalam beberapa ratus tahun, sisa-sisa binatang terbaring beberapa meter di bawah permukaan tanah atau dasar danau. Sambil waktu terus berlalu, struktur-struktur seperti tulang, cangkang, sisik atau tulang rawan pelan-pelan mulai mengalami penguraian kimia. Air bawah tanah mulai menembus struktur-struktur itu dan mineral-mineral terlarut yang terkandung dalam air-kalsit, pirit, silika, dan besi, yang jauh lebih tahan erosi dan penguraian kimia-perlahan-lahan mulai menggantikan zat-zat kimia dalam jaringan.
Maka, selama jutaan tahun, mineral-mineral ini memunculkan salinan batu yang persis dengan menggantikan jaringan tubuh organisme. Akhirnya, fosil pun memiliki bentuk dan tampak luar yang sama dengan organisme aslinya, walau telah berubah menjadi batu. Berbagai keadaan dapat dijumpai selama mineralisasi:
Jika rangka sepenuhnya berisi larutan cair dan penguraian terjadi pada tahap lanjutan, struktur dalam membatu.
Jika rangka sepenuhnya digantikan oleh mineral selain aslinya, suatu salinan lengkap cangkang akan dihasilkan.
Jika cetakan persis rangka terbentuk akibat tekanan, maka sisa-sisa permukaan luar rangka mungkin bertahan.
Fosil kadang kala terbentuk ketika organisme terendam dalam air yang kaya kalsium dan terlapisi oleh mineral-mineral semacam travertin. Sambil membusuk, organisme itu meninggalkan jejak dirinya di lapisan mineral. Pemfosilan sempurna bagian-bagian lunak mahluk hidup, bahkan termasuk rambut, bulu atau kulit, jarang ditemukan. Sisa-sisa bentuk kehidupan berjaringan lunak Zaman Prakambria (4,6 milyar hingga 543 juta tahun yang lalu) terawetkan sangat baik. Ada juga sisa-sisa jaringan lunak mahluk hidup yang memungkinkan struktur-struktur dalam dari Zaman Kambria (543 hingga 490 juta tahun lalu) untuk dipelajari hingga saat ini di samping sisa-sisa jaringan kerasnya.
Fosil bulu dan rambut binatang yang terawetkan dalam damar dan sisa-sisa fosil berumur 150 juta tahun merupakan contoh-contoh lain yang memungkinkan penyelidikan terinci. Mamot yang membeku di bongkahan es Siberia atau serangga dan reptil yang terjebak dalam damar di hutan-hutan Baltik juga memfosil bersama dengan struktur jaringan lunaknya Fosil bisa sangat beragam dari segi ukuran, sesuai dengan jenis organisme yang terawetkan. Beraneka fosil telah diperoleh dari mikroorganisme yang membatu hingga fosil raksasa binatang-binatang yang hidup bersama sebagai kelompok atau kawanan, menurut pola hidup bermasyarakat. Salah satu contoh fosil raksasa yang paling mencolok seperti itu adalah karang spons di Italia. Mirip dengan sebuah bukit raksasa, karang itu terdiri atas spons batu gamping berumur 145 juta tahun yang tumbuh di dasar laut kuno Tethys dan belakangan terangkat sebagai akibat gerakan lempeng tektonik. Fosil ini mengandung spesimen-spesimen bentuk kehidupan yang menghuni karang spons selama Zaman Trias. Lapis batuan Burgess di Kanada dan Chengjiang di China termasuk di antara lapisan-lapisan fosil terbesar yang berisi ribuan fosil dari Zaman Kambria. Lapisan-lapisan damar di Republik Dominika dan sepanjang pantai barat Laut Baltik adalah sumber-sumber utama lainnya bagi fosil serangga. Lapisan fosil Sungai Hijau (Green River) di negara bagian Wyoming, Amerika Serikat, lapisan fosil Sungai Putih (White River) di Amerika Tengah, lapisan Eichstatt di Jerman dan lapisan fosil Hajulah di Lebanon adalah contoh-contoh lain yang layak disebutkan.
Sebagaimana dengan mahluk yang masih hidup, fosil juga dipelajari menurut kelompok-kelompok yang dirujuk sebagai kingdom (kerajaan). Di abad ke-19, fosil-fosil dikelompokkan bersama menurut dua kelompok dasar: tumbuhan atau hewan. Sesuai dengan pengelompokan fosil yang dikembangkan di tahun 1963, fosil dipelajari menurut lima kerajaan terpisah:
Animalia-fosil-fosil dari kerajaan hewan, dengan spesimen tertua yang diketahui berasal dari 600 juta tahun silam.
Plantaea-fosil-fosil dari kerajaan tumbuhan, dengan spesimen tertua yang diketahui berasal dari 500 juta tahun silam.
Monera-fosil-fosil bakteri tanpa inti, dengan spesimen tertua yang diketahui berasal dari 3,9 milyar tahun silam.
Protoctista-fosil-fosil organisme bersel tunggal. Spesimen tertua yang diketahui berasal dari 1,7 milyar tahun silam.
Fungi-fosil-fosil organisme bersel banyak. Spesimen tertua yang diketahui berasal dari 550 juta tahun silam.
Proses Pembatuan Fosil
Fosil pada dasarnya adalah sisa-sisa mahluk hidup yang terawetkan dan terkubur dalam batuan. Namun tidak semua batuan dapat mengandung fosil, biasanya jenis batuan yang paling banyak mengandung fosil adalah batuan sedimen. Batuan sedimen pun tidak semuanya memiliki fosil ada faktor-faktor lainnya yang memengaruhi cara kerja pemfosilan yaitu faktor fisik, kimia dan biologi.
Secara fisik batu sedimen seperti batupasir (sandstone) dan konglomerat dibentuk pada lingkungan kasar yang dapat menghancurkan sisa mahluk hidup yang mati dan terkubur di dalamnya. Selain itu butuh waktu lama bagi sebuah sedimen berubah menjadi batuan sedimen melalui proses lithification. Andaipun suatu lapisan sedimen penuh dengan sisa tulang atau tubuh mahluk hidup yang mati, tulang-tulang tersebut akan hancur karena larut dalam air yang asam atau terkena karbon dioksida. Kalupun juga fosil itu terbentuk dalam batuan sedimena, proses panas, suhu dan tekanan karena gaya endogen akan menghancurkan fosil itu sendiri.
Secara Biologi mayat atau tubuh mahluk hidup yang mati akan cepat dimakan oleh organisme (bakteri) ketika terkubur di dalam tanah. Jadi sebenarnya kunci utama agar fosil terbentuk adalah mengubur tubuh mahluk hidup tersebut dengan baik dan mencegah udara kaya oksigen masuk ke dalam tanah.
Syarat Terbentuknya Fosil
Fosilisasi merupakan proses akumulasi sisa-sisa tanaman atau hewan yang menumpuk di sedimen atau endapan, baik menjalani konservasi menyeluruh, atau sebagian jejaknya saja. Ada beberapa kriteria yang dapat di anggap pemfosilan diantaranya yakni:
Umur lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
Organisme memiliki bagian tubuh yang sulit.
Mengalami pelestarian.
Terjadi secara alami.
Mengandung kadar oksigen dalam jumlah kecil.
Bebas dari bakteri pembusuk. (www.gurupendidikan.co.id. 2019)